MAKALAH
SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI
“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TALASEMIA”
Dosen Pengajar : H. Andi
Yudianto, S.Kep.Ns.M.Kes.
KELOMPOK 10 :
1.
Fahmiatul Fununi (7311017)
2.
Shahnas M.R.A. (7311029)
3.
Muslimatun N.R. (7311042)
4.
Nurhasnah H. (7311045)
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL
ULUM
JOMBANG, 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah Sistem
Imun dan Hematologi
“Asuhan Keperawatan
DenganTALASEMIA”
Di Fakultas Ilmu Kesehatan
Prodi S1 Keperawatan
Universitas Pesantren Tinngi Darul Ulum
Tahun Pelajaran 2012/2013
Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
1.
Fahmiatul Fununi (7311017)
2.
Shahnas M.R.A. (7311029)
3.
Muslimatun N.R. (7311042)
4.
Nurhasnah H. (7311045)
disetujui dan disahkan pada Nopember 2012
MENYETUJUI / MENGESAHKAN
Dosen Pengajar
dan Dosen Pembimbing
H. Andi Yudianto, S.Kep.Ns.M.Kes.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya
sehingga
kami dapat menyelesaikan makalahini tepat pada waktunya.
Kami menyadari sepenuhnya masih banyak
terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan makalahini,
baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalahini di masayang
akan datang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan semuapihak
sehingga makalah ini dapat terselesaika
Jombang, Nopember 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halama
Judul.............................................................................................................
1
Kata
Pengantar..........................................................................................................
2
Lembar
Pengesahan...................................................................................................
3
Daftar
Isi.....................................................................................................................
4
BAB I :
Pendahuluan.................................................................................................
5
BAB II : Konsep
Dasar..............................................................................................
8
2.1
Definisi....................................................................................................8
2.2
Macam-macam.........................................................................................
2.3
Etiologi.....................................................................................................10
2.4
Patofisiologi.............................................................................................10
2.5
Tanda dan
gejala.....................................................................................11
2.6
Komplikasi................................................................................................12
2.7
Penatalaksanaan......................................................................................12
2.8
Diagnosa
Keperawatan...........................................................................13
2.9
Intervensi..................................................................................................14
BAB III : Asuhan
Keperawatan.............................................................................................
BAB IV : Penutup...................................................................................................................
Glosarium...................................................................................................................16
Daftar Pustaka...........................................................................................................17
Pustaka
Data.............................................................................................................
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Saat
ini, penyakit thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di
Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita sekitar 2000
orang per tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang
cukup besar terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika
terbanyak ini. Hal ini disebabkan karena gejala awal dari penyakit sangat
umum seperti anemia dan muntah-muntah. Padahal gejala akhir yang ditimbulkan
akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat, cepat, dan tepat. Hemoglobin
(Hb) terbentuk dari heme dan globin yang terdiri dari 4 rabtal polipeptida (α β
γ δ) atau biasa yang disebut tentramen. Orang dewasa normal membentuk Hb A
(Adult A) kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh Hemoglobin. Sisanya
terdiri dari Hb A2 yang kadarnya tidak lebih dari 2%. Sedangkan HbF (foetus)
setelah lahir senantiasa kadar menurun dan pada usia 6 bulan ke atas mencapai
kadar seperti pada orang dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal.
Tentramenglobin. Hb A1 terdiri atas rantal polipeptida : 2 rantai α dan 2
rantai β, sedangkan polipeptida Hb A2 terdiri dari 2 rantai α dan 2 rantai δ
(delta). Pada HbF terdiri atas 2 rantai α dan 2 rantai γ.
Kelompok
kami mendapat tugas untuk memenuhi mata kuliah sistem imun dan hematologi
dengan judul Thalasemia. Dimana Thalasemia merupakan golongan anemia hipokromix
yang diwariskan dengan berbagai tingkat keparahan. Pada beberapa orang kelainan
dasar genetik termasu abnormalitas pemrosesan mesenger RNA serta hilangnya
materi genetik pada yang lain dan menyebabkan berkurangnya sintesis rantai
polipeptida hemoglobin berbagai tipe talasemia dengan berbagai manifestasi
klinis dan biokimia berkaitan dengan kelainan masing-masing polipeptida (α β γ
δ).
Genetik
paling umum dari talasemia melibatkan gangguan produksi rantai β (talasemia β).
Gen ini prevelen pada golongan etnis dari aerah sekeliling laut Tengah terutama
Itali, Yunani dan juga di temukan di India dan Asia Tenggara. Tiga-8% orang
Amerika keturunan Italia,Yunani dan 0,5%
kulit hitam Amerika membawa gen talasem. Insidens talasemia pada orang-orang
yang bukan berasal dari laut tengah sangat rendah tetapi kasus tipikal ditemukan
pada berbagai golongan ras. Banyak kasus dapat diklasifikasikan sebagai
talisemia mayor atau minor yang umumnya berkaitan dengan genotip homozigoot dan
heterozigot.
Di negara maju seperti Italia, misalnya,
diagnosa gen talasemia bukan hal baru. Setiap pasangan yang akan menikah
melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah ia memiliki gen pembawa
talasemia. Apapun hasilnya, setiap pasangan diberi kebebasan untuk memilih
apakah tetap ingin menikah atau tidak. Di Indonesia, menurut Sangkot, belum
sampai pada taraf ini.Belum Ada Obatnya
Sampai hari ini, talasemia merupakan
penyakit yang belum bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini ditandai dengan
anemia atau kekurangan darah berat akibat kerusakan sel darah merah. Padahal
sel darah merah berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Dengan
kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling
fatal tentu saja organ jantung.
Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan
cara tranfusi darah. Malangnya, kendati terus melakukan tranfusi ditambah
obat-obat lain, harapan hidup pasien talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun.
Bahkan tanpa tranfusi, pasien cuma bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam
hidupnya. Metode tranfusi sendiri, menurut Iswari, memberi efek negatif kalau
terus-menerus dilakukan dalam jangka panjang. Bahan asing seperti besi yang
seringkali masuk ke dalam tubuh memicu penyumbatan nafas yang mampu berakhir
dengan kematian.
Kendati
orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada anggapan bahwa
penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu anggapan yang
salah. ”Penyakit ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis kelamin. Yang
membedakan adalah frekuensi penderita pada etnis tertentu,” ungkap Iswari
Di Indonesia jumlah penderita penyakit ini
telah mencapai ribuan tanpa pengobatan optimal. Untuk mengetahui lebih awal
apakah janin yang dikandung mengandung gen talasemia, bisa dilakukan prenatal
diagnosa. Setelah usia 10 minggu, jaringan bakal plasenta diambil untuk
diperiksa direct nucleus acid (DNA)-nya. Pada usia kehamilan lebih tua pemeriksaan DNA bisa
melalui cairan ketuban.
Sampai hari ini, peneliti di Lembaga
Eijkman berhasil menyibak misteri kelainan molekul talasemia beta pada etnis
Batak-Sumatera Utara, Melayu-Sumatera Selatan, Jawa Tengah, juga Toraja, Bugis
Makasar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Obsesi mereka adalah mengurai genom
manusia seluruh ras yang ada di Indonesia yang ditujukan bukan hanya untuk
pengobatan talasemia. Gen terapi talasemia sendiri masih dalam tahap
perampungan mencapai hasil optimal.
1.2 TUJUAN
1. Tujuan
umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan talasemia
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui definisi talasemia
b.
Dapat mengetahui etiologi talasemia
c. Dapat menjelaskan tanda dan gejalatalasemia
d. Dapat menjelaskan patofisiologi
talasemia
e. Dapat menjelaskan
penalalaksanaan medis pada kasus talasemia
f.
Dapat memberikan asuhan keperawatan
BAB II
KONSEP DASAR
2.1
DEFINISI
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital
herediter yang diturunkan secara autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin,
yaitu : satu atau lebih rantai polipeptida hemglobin kurang atau tidak
berbentuk, dengan akibat terjadi anemia hemolitik ( Pedoman Diagnosis dan
Terapi : RSUD Dr. Soetomo Surabaya,1994).
Talasemia secara
relatif merupakan anemia yang umum pada orang keturunan Laut Tengah, terutama
mereka dari Italia, Sisilia, Siprus an Yunani. Talasemia merupakan tipe anemia
hemolitik cacat primer pada sintesis hemoglobin, di mana eritrosit secara
abnormal cenderung mengalami hemolisis ( Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi
2,1994).
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag
diwariskan dan masuk dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang
disebabkan gangguan sintesis Hb akibat mutasi didalam ataudekat gen
globin.(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru W. Sudoyo.dkk.2009)
Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik
herediter yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai
polipeptida hemoglobin atau lebih diklasifikasikan menurut rantai yang terkena
(alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia,
alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai
alfa hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 )
Thalassemia adalah suatu kelompok anemia hemolitik
kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, disebabkan oleh
kekurangan sintesis rantai polipeptid yang menyusun molekul globin dalam
hemoglobin. (www.pediarik.com)
2.2 Macam-macam Talasemia
a)
Thalasemia digolongkan berdasarkan rantai
asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :
i.
Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25%minimal
membawa 1 gen).
ii.
Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)
Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
b)
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis
thalasemia yaitu :
i.
Thalasemia Mayor (bentuk homozigot), karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang
ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah
(memberikan gejala klinis yang jelas).
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat
lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang
hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
ii.
Thalasemia Minor (biasanya tidak
memberikan gejala klinis), si individu hanya membawa gen penyakit
thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak
muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan
thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka
menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul
penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak
memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
(Ilmu Kesehatan Anak, FKUI.2007)
2.3
ETIOLOGI
Adapun etiologi dari thalasemia adalah
faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik
dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut
karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin
ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh
Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)
(Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
2.4
PATOFISIOLOGI
Molekul globin terdiri atas
sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang
normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total,
tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2), Hb F (< 2% = a2g2) dan HbA2
(< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta-a (a-thalassemia),
rantai-b (b-thalassemia), rantai-g (g-thalassemia),
rantai-d (d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d dan
rantai-b (bd-thalassemia).
Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan rantai-g yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah
besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan
akibat eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis).
(www.pediatrik.com)
2.5 PNP
2.6
TANDA DAN GEJALA
Anemia berat dengan limpa besar dan hepar yang
membesar. Pada anak yng besar bisanya disertai keadaan gizi yang jelek dan
mukanya memperlihatakan fasies Mongoloid. Jumlah retikulosit dalam darah
meningkat. Pada hapusan darah tepi akan didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi,
poikilositsis. Kadar besi dalam serum meninggi dan daya ikat serum terhadap
besi menjadi rendah dapat mencapai nol. Gambaran Radiologis tulang akan
memperlihatakan medula yng lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang
tengkorak memperlihatkan dploe dan pada anak besar kadag-kadang terlihat brush
appearance. Sering pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga sinus
paranasalis. Pada keadaan lebih lanjut dapat terlihat kelainan tulang,
fraktura, dan warna kulit yang kelabu akibat penimbunan besi (apabila melakukan
tranfusi). Anak dengan kelainan ini biasana meninggal pada umur muda sebelum
dewasa akibat gagal jantung dan infeksi. (Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Tanda
dan gejala secara umum dapat dilihat :
Face Mongoloid
Hepatosplenomegali
Ikterus atau sub-ikterus
Tulang : osteoporosis, tampak struktur
mozaik. Tengkorak : tampak struktur “hairs on end”
Jantung membesar karena anemia kronik
Pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin
tidak dapat mencapai adolensensi karena adanya anemia kronik
Kelainan hormonal, seperti DM,
hipotiroid, disfungsi gonid
Gizi buruk
(Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo Surabaya)
2.7
KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis
serta sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan
proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga
ditibun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung,
dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis).
Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan. Kadang-kadang talasemia
disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia. Kematian
terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. (Ilmu
Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Komplikasi Talasemia
yang dapat terjadi antara lain:
·
Hemosiderosis
·
Hipersplenisme
·
Patah tulang
·
Payah Jantung
·
Infark tulang
·
Nekrosis
·
Hematuria sering berulang-ulang
(Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo Surabaya)
2.8
PENATALAKSANAAN
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Namun terdapat
cara penanganan yang secara umum untuk menangani penyakit Talasemia,
diantaranya :
I. Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah
mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali
transfusi darah. Desferoxamine,
dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu
8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi
darah.Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat.Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan
dapat memperpanjang umur sel darah merah.
II.
Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga
membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal
dan bahaya terjadinya ruptur Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan
kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250
ml/kg berat badan dalam satu tahun.
III.
Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl.
Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan
dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red
cell), 10 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. Ada beberapa cara transfusi :
A. Low Transfusion :
transfusi bila Hb < 6 g/dl.
B. High Transfusion :
Hb dipertahankan pada 10 g/dl.
C. Super Transfusion :
Hb dipertahankan pada 12 g/dl.
IV. Pencegahan
a.
Menjalani penyaringan bagi mereka yang mempunyai sejarah
keluarga menghidap Talasemia.
b.
Nasihat perkawinan dan
diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk mencegah lahirnya talasemia mayor.
Sedapt mungkin hindari perkawinan antara dua insan heterozigot, agar tidak
terjadi bayi homozigot.
V.
Pemantauan
I. Terapi
Pemeriksaan
kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai
akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek
samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal,
sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II.Tumbuh
Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya
diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
III. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan
gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin
(diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo
Surabaya, Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI dan www.pediatrik.com)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a.
Identitas
·
Usia
: anak 1 S/d 5 tahun
·
Jenis Kelamin : laki-laki dan perempuan
b. Keadaan
Umum
·
Pasien tampak pucat, lemah, anoreksia
dan sesak nafas
c. Riwayat
Penyakit Keluarga
Bahwa
thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan dari kedua orang
tua kepada anak-anaknya secara resesif.
d. Pemeriksaan
Fisik
Inspeksi : - Konjungtiva terlihat anemis
- Pertumbuhan gigi yang buruk
- Sinusitis
Auskultasi : - Sesak nafas
e.
Aktivitas
/ Istirahat
Kelesuan, kelelahan, kelemahan, malaise umum
Hilangnya produktivitas, penurunan toleransi latihan, kebutuhan yang lebih besar untuk tidur dan istirahat
Mungkin menunjukkan: Kelesuan, kelemahan parah dan pucat meningkat (krisis aplastik),kiprah gangguan (nyeri, kyphosis, lordosis), ketidakmampuan untuk berjalan (nyeri), dan postur tubuh yang buruk (merosot dari bahu penunjukkan kelelahan)
Kelesuan, kelelahan, kelemahan, malaise umum
Hilangnya produktivitas, penurunan toleransi latihan, kebutuhan yang lebih besar untuk tidur dan istirahat
Mungkin menunjukkan: Kelesuan, kelemahan parah dan pucat meningkat (krisis aplastik),kiprah gangguan (nyeri, kyphosis, lordosis), ketidakmampuan untuk berjalan (nyeri), dan postur tubuh yang buruk (merosot dari bahu penunjukkan kelelahan)
f.
Sirkulasi
Dapat melaporkan: Palpitasi atau nyeri dada angina (penyakit arteri koroner bersamaan [CAD] iskemia / miokard, sindrom dada akut)
Dapat melaporkan: Palpitasi atau nyeri dada angina (penyakit arteri koroner bersamaan [CAD] iskemia / miokard, sindrom dada akut)
g.
Makanan
/ Cairan
Anorexia, mual / muntah
Mungkin menunjukkan: Tinggi / berat badan biasanya di bawah persentil
Kulit buruk turgor dengan tenting terlihat (krisis, infeksi, dan dehidrasi)
Kulit kering / membran mukosa
Anorexia, mual / muntah
Mungkin menunjukkan: Tinggi / berat badan biasanya di bawah persentil
Kulit buruk turgor dengan tenting terlihat (krisis, infeksi, dan dehidrasi)
Kulit kering / membran mukosa
h. Pemeriksaan
persistem
·
Respirasi : Frekuensi nafas, bunyi nafas.
·
Muskuloskeletal : Tonus otot, pergerakan, kekakuan
·
Neurologi : Tingkat kesadaran, reflek pupil
·
Kardiovaskuler : Frekuensi, kualitas dan irama denyut
jantung, pengisian kapiler, sirkulasi.
·
Gastrointestinal : Bising usus, pola defekasi,
distensi
·
Perkemihan : Produksi urine
i.
Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang
(tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
j.
Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat
(> 3,5% dari Hb total).
k.
Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks
menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
2.
Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1)
Perubahan perfusi jaringan b/d
berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantar O2/zat nutrisi ke
sel (berkurangnya kapasitas darah).
Tujuan
: Tidak terjadinya gangguan perfusi jaringan
Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi
jaringan adequat dengan ditandai tanda-tanda syok tidak ada, TTV normal, dll.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Monitor TTV
|
-
Adanya perubahan perfusi jaringan otak dapat
menyebabkan terjadinya perubahan tanda-tanda vital : TD↓, RR↑
|
2. Tinggikan
posisi kepala di tempat tidur sesuai toleransi
|
-
Meningkatnya ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi paru untuk kebutuhan seluler.
|
3. Awasi
upaya pernafasan, auskultasi bunyi nafas : perhatikan bunyi nafas
adventisius.
4. Selidiki
keluhan nyeri dada, palpitasi.
5. Catat
keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
dengan indikasi.
6. Ajarkan
untuk menghindari penggunaan bantalan penghangat/botol air panas.
7. Kolaborasikan
untuk pemberian PRC.Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
8. Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi
|
-
Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan
jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
-
Iskemia seluler mempengaruhi jaringan mio kardal
/potensial resiko inflan.
-
Kenyaman pasien/kebutuhan rasa hangat harus
seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebiha pencetus
vasodilatasi.
-
Termoreseptor jaringan deral dangkal karena
gangguan oksigen.
-Meningkatkan
jumlah sel pembawa oksigen:memperbaiki difisiensi untuk menurunkan resiko
perdarahan.
-Memaksimalkan
transport oksigen ke jaringan.
|
2) Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
kurangnya selera makan.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria
Hasil : Menunjukkan BB naik, tidak terjadi malnutrisi.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji riwayat nutrisi,
termasuk makanan yang disukai.
|
-
Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi
|
2
|
Observasi dan catat masukan makanan Px
|
-
Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan
|
3
|
Timbang BB tiap hari
|
-
Mengawasi penurunan BB atau efektifitas intervensi
nutrisi
|
4
|
Observasi dan mencatat kejadian mual / muntah,
flatus dan gejala lain yang berhubungan
|
-
Gejala GI menunjukkan efek anemia (Hipoksia) pada
organ
|
5
|
Berikan dan bantu higiene mulut yang baik
|
-
Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral,
menurunkan pertumbuhan bakteri meminimalkan kemungkinan infeksi
|
6
|
Konsul pada Ahli Gizi
|
-
Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.
|
3) Intoleransi Aktivitasi b/d tidak seimbangnya
kebutuhan pemakaian dan supali oksigen (O2)
Tujuan
: Intoleransi terhadap aktivitas akan teratasi
Kriteria
hasil : Menujukkan peningkatan toleransi aktivitas
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji kemampuan Px
untuk melakukan tugas
|
-
Mempengaruhi pilihan intervensi / bantuan
|
2
|
Kaji kehilangan / gangguan keseimbangan gaya
jalan, kelemahan otot
|
-
Menunjukkan perubahan hemolegi karena defisiensi
Vit B12 mempengaruhi keamanan Px / resiko cidera
|
3
|
Monitor TTV
|
-
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah O2
adekuat ke jaringan
|
4
|
Ubah posisi Px dengan perlahan dan pantau terhadap
pusing
|
-Hipotensi
postural / hipoksio serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cidera
|
5
|
Beri bantuan dalam ambulasi
|
-Membantu
meningkatkan harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri
|
6
|
Mengajukan Px untuk menghentikan aktivitas bila
polipitas nyeri dada, nafas peridek kelemahan atau pusing terjadi
|
-Regangan
/ stress kardiopulmonal berlebihan / stress dapat menimbulkan dekonsasi /
kegagalan.
|
4) Resiko Tinggi Infeksi b/d transfusi darah
Tujuan
: Infeksi teratasi
Kriteria
Hasil : Menunjukkan TTV normal, tidak ada tanda-tanda infeksi
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Tingkatkan cuci
tangan yang baik oleh pemberi-pemberi perawatan dan pasien
|
-
Mencegah kontaminasi silang / kolonisasi bakterial
|
2
|
Observasi TTV
|
-
Adanya proses informasi / infeksi membutuhkan
evaluasi / pengobatan
|
3
|
Kaji semua sistem (misal : kulit, pernafasan)
terhadap tanda / gejala infeksi secara kontinu
|
-
Pengenaian dini dan interensi segera dapat
mencegah progesi pada situasi / sepsis yang lebih serius.
|
4
|
Kaji dengan tanda-tanda gejala reaksi pirogenik
seperti : demam, mual dan muntah, sakit kepala.
|
-
Tanda dan gejala menunjukkan adanya infeksi dan
membutuhkan intervensi segera.
|
5
|
Periksa tempat dilakukannya prosedur infasif
terhadap tanda-tanda radang
|
-
Identifikasi / perawatan awal dari infeksi
sekunder dapat mencegah terjadinya sepsis.
|
6
|
Pertahankan teknik aseptik ketat pada
prosedur/perawatan luka.
|
-
Menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri.
|
7
|
Kolaborasikan dengan petugas lab untuk pengambilan
spesimen
|
-
Membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
|
5) Konstipasi atau diare
b/d penurunan pemasukan diet
Tujuan :
membuat kembali pola normal dari fungsi usus
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku/pola
hidup
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Observasi,warna feses,konsistensi, frekwensi,dan jumlah
|
Membantu mengidentifikasi penyebab/factor pemberat
dan intervensi yan tepat.
|
2
|
Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan
|
Dapat mengidentifikasi dehidrasi,kehilangan berlebihan/alat dalam
mengidentifikasi defisiensi diet.
|
3
|
Dorong asupan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung.
|
Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi.
|
4
5
|
Hindari makanan yang membentuk gas
Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang dengan tinggi
serat
|
Menurunkan distress gastric dan distensi abdomen.
Serat menahan
enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus
intestinal.
|
6
|
Berikan pelembek fese,stimulan ringan
|
Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
|
7
|
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat antidiare (metamucil)
|
Menurunkan motilitas usus bila terjadi diare.
|
6) Kerusakan Integritas kulit b/d perubahan fungsi dermal
Tujuan : mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil : Mempetahankan integritas kulit
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji integritas kulit,catat perubahan pada turgor, gangguan warna,hangat
local,eritema,ekskoriasi
|
-Kondisi kulit
dipengaruhi oleh sirkulasi,nutrisidanimobilisasi.
|
2
|
Ubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak
bergerak atau di tempat tidur
|
-Meningkatkan sirkulasi
ke semua area kulit membatasi iskemia/atau mempengaruhi hipoksia seluler.
|
3
|
Bantu bererak pasif atau aktif
|
-Meningkatkan sirkulasi
jaringan, mencegah stasis.
|
4
|
Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih.Batasi
pengunaan sabun
|
-Sabun dapat
mengeringkan kuliat secara berlebihan dan mengakibatkan iritasi.
|
5
|
Gunakan alat pelindung, mis. Kasur tekanan
udara/air.
|
-Menghindari kerusakan kulit dengan
mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.
|
7) Nyeri (akut) b/d agen fisikal;pembesaran
organ/nodus limfe
Tujuan : nyeri hilang/terkontrol
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri/ketidaknyamanan
hilang
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
2
3
4
5
|
Selidiki keluhan nyeri
Awasi tanda verbal, pantau petunjuk non verbal, mis; tegangan otot
gelisah
Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress
Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, dan ekstrimitas dengan
bantal/bantalan
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat analgesik.
|
Membantu mengkaji
kebutuhan untuk intervensi
Dapat membantu
mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan intervensi.
Meningkatkan istirahat
dan meningkatkan kemampuan koping.
Dapat menurunkan ketidak
nyamanan tulang/sendi.
Menurunkan
tegangan otot dan kontrol nyeri adekuat.
|
8) Defisit Pengetahuan b/d ketidaktahuan pasien dan keluarga
tentang penyakit yang di derita
Tujuan
: keluarga mengerti dan
memahami
Kriteria
Hasil : - Memulai perilaku yang diperlukan / perubahan
gaya hidup untuk mencegah komplikasi.
- Berpartisipasi
dalam medis untuk tindak lanjut,
genetik konseling / pelayanan KB
- Orang tua dapat mengetahui tentang penyakit
anaknya tanda dan pengobatan
- Orang tua dapat
kooperatif dan mampu merawat anak dirumah
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Berikan
informasi tentang penyakit pasien.
|
-
Memberikan
dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
|
2
|
Diskusikan pentinganya menjalani
terapi pengobatan.
|
-
Menurunkan
ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
|
3
|
Mendorong
latihan ROM dan
aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan
antara istirahat dan aktivitas.
|
-
Mencegah demineralisasi tulang dan dapat
mengurangi risiko patah tulang. Aids dalam mempertahankan tingkat resistensi
dan mengurangi kebutuhan oksigen.
|
4
|
Beritahu pasien serta keluarga
untuk menghidari faktor pencetus penyakitnya.
|
-
Screening
DNA perlu ditingkat untuk menghindari faktor pencetus.
|
5
|
Kolaborasi dengan psikolog untuk
membantu mengeluarkan/dapat mengekspresikan perasaan pasien.
|
-
Berbagi
perasaan kepada orang terdekat mampu meminimalisir stress serta beban
pikiran.
|
9) Gangguan Citra Diri b/d adanya penyakit
kronk
Tujuan : px dan keluarga menerima keadaan
dirinya
Kriteria hasil: - menunjukkan adaptasi awal
terhadap perubahan tubuh
-
Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola
hidup
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Diskusikan arti kehilangan /perubahan dengan
pasien. Identifikasi persepsi situasi/harapan yang akan datang.
|
-
Alat dalam mengidentifikas/mengartikan masalah
untuk menfokuskan perhatian dari intervensi secara konstruktif.
|
2.
Catat bahasa tubuh non-verbal, perilaku
negative/bicara sendiri. Kaji pengrusakan diri/ perilaku bunuh diri.
|
-
Dapat mennjukkan depresi/keputusasaan,
kebutuhan untuk pengkajianlanjut/intervensi lebih intensif.
|
3.
Pertahankan tindakan tenang, meyakinkan.
Akui dan terima pengungkapan perasaan kehilangan, permusuhan.
|
-
Dapat membantu menghilangkan takut px akan kematian, sulit
bernapas, ketidak mampuan berkomunikasi.
|
4.
Dorong px/ orang terdekat untuk saling
komuniksai perasaan
|
-
Semua yag terlibat dalam mengalami kesulitan
dalam area ini, memerlukan pemahaman bahwa mereka dapat saling meningkatkan
doronagn dan bantuan.
|
5.
Rujuk pasien/ orang terdekat ke sumber
pendukung, seperti ahli terapi psikologis
|
-
Menalarkan
perasaan kepada orang terdekat dapat membantu atau memberikan dorongan
kepercayaan dalam diri.
|
Implementasi
a. Perubahan
Perfusi Jaringan
1.
Memonitor TTV
2.
Meninggikan posisi kepala dari tempat
sesuai dengan toleransi
3.
Mengawali upaya pernafasan, auskultasi
bunyi nafas, memperhatikan bunyi nafas adventius
4.
Menyelidiki keluhan nyeri dada,
palpitasi
5.
Mencatat keluhan rasa dingin, mempertahankan suhu lingkungan
dan tubuh hangat sesuai indikasi.
6.
Mengajarkan untuk menghindari penggunaan
bantalan penghangat/botol air panas.
7.
Memberikan PRC dan mengawasi komplikasi
transfusi
8.
Memberikan oksigen tambahan
b. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Mengkaji
riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
2. Mengobservasi
dan mencatat masukan makanan
3. Menimbang
BB tiap hari
4. Mengobservasi
dan mencatat kejadian mual muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan
5. Memberikan
dan membantu higiene mulut dengan baik
6. Mengkonsulkan
atau mendiskusikan dengan ahli gizi
c. Intoleransi
Aktivitas
1.
Mengkaji kemampuan px untuk melakukan tugas
2.
Mengkaji kehilanngan / gangguan keseimbangan
gaya jalan, kelemahan otot
3.
Memonitor dan mencatat perkembangan TTV
4.
Mengubah posisi px dengan perlahan dan
pemantau terhadap pusing
5.
Memberi bantuan dalam ambulasi
6.
Mengajukan px unttuk mengehentikan
aktivitas bila palpitasi nyeri dada, nafas
pendek kelemahan atau pusing terjadi.
d. Resiko
Tinggi infeksi
1. Meningkatkan
cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien
2. Mengobservasi
TTV
3. Mengkaji
tanda dan gejala infeksi
4. Mengkaji
tanda reaksi pirogenik
5. Memeriksa
tempat dilakukannya prosedur infasif
6. Mengambil
spesimen untuk kultur / sensitivitas sesuai indikasi
7. Mempertahankan
teknik-teknik aseptik ketat pada prosedur / perawatan luka
8. Mengantar
pasien ke laboratorium untuk pengambilan spesimen
e.
Konstipasi atau diare
1. Melakukan observasi,warna feses,konsistensi,
frekwensi,dan jumlah
2. Mengawasi masukan dan haluaran dengan perhatian
khusus pada makanan/cairan
3. Mendorong asupan cairan 2500-3000 ml/hari dalam
toleransi jantung.
4. Mengingatkan pasien untuk menghindari makanan yan
membentuk gas
5. Mengkonsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan
diet seimbang
6. Memberikan pelembek fese,stimulan ringan
7. Memberikan obat antidiare
f.
Kerusakan Integritas kulit
1.
Mengkaji
integritas kulit,catat perubahan pada turgor, gangguan warna,hangat
local,eritema,ekskoriasi
2.
Mengubah
posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak
atau di tempat tidur
3.
Membantu
bergerak pasif atau aktif
4.
Membetahukan
kepada pasien untuk membatasi pengunaan sabun
5.
Memberi saran
kepada pasien untuk pengguunakan alat pelindung
g. Nyeri (akut)
- Menyelidiki keluhan nyeri
- Mengawasi tanda verbal, pantau petunjuk non verbal, mis; tegangan otot
gelisah
- Memberikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stress
- Menempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, dan ekstrimitas dengan bantal/bantalan
- Memberikan analgesik
h. Deficit pengetahuan
1.
Memberikan informasi tentang penyakit
anaknya, pengertian, tanda dan gejala, penyebab tau pengobatannya.
2. Memberikan
kesempatan pada orang tua untuk megajukan pertanyaan dan mengajukan masalah
3. Menganjurkan
orang tua untuk memeriksakan Hb atau darahnyaMenunjukkan indikator positif
pengobatan
i.
Gangguan Citra Diri
1. Mendiskusikan arti kehilangan /perubahan dengan pasien.
Identifikasi persepsi situasi/harapan yang akan datang.
2. Mencatat bahasa tubuh non-verbal, perilaku
negative/bicara sendiri. Kaji pengerusakan diri/ perilaku bunuh diri.
3. Mempertahankan tindakan tenang, meyakinkan. Akui dan
terima pengungkapan perasaan kehilangan, permusuhan.
4. Mendorong px/ orang terdekat untuk saling komuniksai
perasaan
5. Merujuk pasien/ orang terdekat ke sumber pendukung,
seperti ahli terapi psikologis
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan kata lain thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik,
dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari) penyebab kerusakan tersebut
adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan
jumlah rantai globin atau struktur Hb
Secara
klinis thalasemia dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1.
Talasemia minor
Talasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai
kecacatan gen talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa.
2.
Talasemia major
Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai
baka talasemia sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia.
DAFTAR
PUSTAKA
At All.Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak.1994.Surabaya:RSUD
Dr. Soetomo.
Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta:EGC.
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak buku I.
Jakarta : FKUI.
Koolman jan. 2001, Biokimia. Jakarta: Hipotekrates.
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M.
Wilson.1995.Patofisiologi.Jakarta:EGC.
Sudoyo, Aru W.dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta Pusat:Internal
Publishing.
Sachrim, Rosa M.1994.PrinsipKeperawatan Pediatrik Edisi 2.Jakarta:EGC.
T. Heather H.2011.Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan 2009-2011. Jakarta:EGC.
Wilkinson, Judith M.dkk.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC.
_____________________.2012. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Jakarta:EGC.
PUSTAKA
DATA
Anonimus.22 September 2010.Talasemia.25
Oktober 2012.12.00 WIB. http://id.wikipedia.org/wiki/Talasemia
RS Dr. Soetomo Surabaya.Talasemia.25 Oktober
2012.12.00 WIB. www.pediatrik.com.